Ketika SMA, saya membeli dan membaca buku yang berjudul, "mekarlah dimanapun Anda berada", buku tersebut mengajarkan untuk mencintai tanpa syarat. Sayangnya, walau sudah dibaca berulang kali, saya tidak mendapatkan point yang pas untuk menggambarkan seperti apakah mencintai tanpa syarat itu. Bahasanya kurang sederhana.
Saya belum pernah mencintai seseorang atau siapapun tanpa syarat. Bagi saya, itu adalah pencapaian tertinggi karena yang bisa mencintai sampai seperti itu pastilah orang-orang hebat, seperti Nabi Muhammad, Mother Theresa, dan orang-orang yang akan dikenal namanya ribuan tahun.
Apa bukti saya (merasa) belum bisa mencintai tanpa syarat?
- Saya (merasa) masih mempunyai frame atau harapan tinggi atau checklist atau pandangan dan toleransi yang tergolong sempit dalam memandang segala hal baik itu kecil apalagi besar.
- Saya (merasa) masih mudah marah untuk hal-hal sepele.
- Saya (merasa) mencintai orang lain dengan konsep "saling", harus dari dua arah.
- Saya (merasa) belum bisa menerima seseorang apa adanya.
Saya mengakuinya, saya tidak akan menyangkalnya. Saya masih sangat jauh dari sempurna,
Saya harus banyak belajar, Sekarang saya masih terus belajar.
Belajar dari cinta Allah kepada seluruh makhluk dimuka bumi.
Dia berikan kita udara untuk bernafas walau kita sering berbuat dosa,
Seluruh indra dan organ kita berfungsi dengan sempurna walau kita lalai solat,
Dia memberikan cintanya tanpa syarat kepada manusia, walau manusia sering melupakan-Nya.
Dia lah pemilik Cinta Sejati.
Cinta tanpa syarat, yaitu:
"apapun yang terjadi dan apapun yang kamu lakukan,
pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu"
Dalam perenungan singkat, saya pun berkesimpulan (ya, sama seperti asumsi kalian semua), kalau segala cobaan yang kita alami adalah ujian sebesar apa cinta kita terhadap sesuatu?
contoh umum, yaitu:
Dalam ceramah agama pun pasti sering mendengar kalau, cobaan adalah bukti sayang dan cinta Allah kepada umatnya, mungkin penjelasannya yang saya perpanjang sendiri adalah, ketika seseorang mengaku dan berikrar kalau dirinya mencintai Tuhan mereka, beriman dan bertakwa, maka Tuhan (Allah) akan minta bukti bukan janji dengan cara menguji cinta umatnya dengan cobaan. Karena sudah jelas, Allah mencintai umatnya, yang jadi pertanyaan adalah sebesar apa cinta umat kepada-Nya.Contoh lainnya, yaitu :
Setiap orangtua pasti mencintai anaknya. Saking cintanya kadang menganggap anak sebagai prestige. Sesuatu yang sangat dibangga-banggakan prestasi anak, diagungkan secara berlebihan, sampai kadang tak sadar kalau menjadi sombong setiap membicarakan tentang si anak. Allah pun, menguji cinta orangtua kepada si anak. Suatu ketika, si anak yang (misalnya) kuliah di jurusan paling bergengsi atau setelah lulus dengan gelar yang panjang, tidak ingin menjadi seorang profesional atau pegawai tapi memilih menjadi wirausaha. Mendadak segala kebanggaan orangtua kepada anak menjadi dipertanyakan. Cinta orangtua menjadi bias, apakah benar tanpa syarat? apakah harus menjadi profesional/pegawai baru akan dicintai, disanjung dan dibanggakan? silakan direnungi jika kalian menjadi orangtua. Jika cinta tanpa syarat adalah memberi lebih, lalu apakah masih berekspectasi banyak dengan anak anda untuk begini begitu?Contoh lainnya yaitu:
Orang yang telah memiliki segalanya, berada di atas angin, atau sedang naik daun, uang bukan masalah, semua orang ingin menjadi teman dan dekat, memiliki pasangan yang sepadan, segala popularitas, nama baik dan kelebihan duniawi sedang dimiliki. Orang ini suka lupa diri, gengsi dan sombong. Orang ini mencintai hidupnya. Bahagia dengan hidupnya. Baginya hidupnya sangat sempurna. Dia lupa hidup bagai roda berputar, dan hidup didunia hanya sementara, lalu Allah menguji cintanya kepada hidup dengan memberinya cobaan yang membuat hidupnya 180 derajat sangat berbeda dengan hidupnya sekarang. Apa yang terjadi? semua orang yang dulu dekat menjadi jauh, nama baik menjadi buruk, pasangan yang sepadan meninggalkannya, harta bendanya ludes, popularitasnya menurun dan hidupnya sebatangkara. Lalu apakah dia masih akan mencintai hidupnya lalu bahagia? pastinya tidak. Cintanya kepada hidup selain sangat fragile, juga ada syaratnya. Kebahagiaan hidupnya akan dipertanyakan oleh dirinya sendiri. Kebahagiaan sejati adalah mencintai Allah.Ada lagi contoh:
Pernah dengar tentang cerita pasangan yang saling mencintai, ketika ditanya apa alasan jatuh cinta, jawabannya adalah karena fisik, kecantikan/ketampanan, materi dan sebagainya. Suatu hari, cintanya kepada fisik pasangan diuji, dengan kebakaran yang membuat tubuh apalagi wajah pasangan menjadi melepuh dan rusak. Apakah cintanya cukup kuat untuk tetap bertahan? Apakah akan tetap mencintai pasangan yang secara fisik sudah tidak sempurna? hmmmm... renungkan!Apakah masih ada JIKA atau KALAU atau ANDAI atau TAPI ketika Anda mencintai sesuatu?
kalau iya, itu bukanlah cinta tanpa syarat, teman...
Adakah orang yang akan mencintai kita tanpa syarat? PASTI ADA, tapi entah dimana... hehehe..;p
Sungguh beruntung, jika ada orang yang dicintai tanpa syarat. Karena tidak ada komparasi dengan hal-hal perfect, Dicintai apa adanya, tanpa alasan apapun, bahkan mendukung dan berdoa yang terbaik untuk kebahagiaannya apapun pilihannya meskipun tidak umum jalan yang ditempuh, ekstrim dan diluar kotak (out of the box). Sungguh indah dan damai dunia ini, jika kita bisa mencintai SIAPAPUN tanpa syarat.. maka tidak akan ada yang namanya depresi, bunuh diri, penyakit hati, perpecahan, perang dan hal-hal yang bisa menyakiti sesama manusia.
Didalam Islam, sering diingatkan untuk melakukan segala sesuatu harus didasari karena cinta kita kepada Allah. Ketika kita menikah karena cinta kita kepada Allah, bukan kepada pasangan kita. Punya anak, karena cinta kepada Allah, Punya harta benda karena cinta kita kepada Allah. Kenapa?? Karena duniawi bersifat sementara, hanya titipan, hanya mampir minum teh, dan hanya Allah-lah sebenar-benarnya cinta. Dia lah cinta sejati yang akan mencintai kita tanpa syarat
dan paling layak mendapatkan cinta kita.
Semoga bermanfaat ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar