Sabtu, 19 November 2011

Saya Sedih dan Marah

Saya punya masalah dengan amarah. Saya termasuk orang yang panikan, tidak sabar dan sangat pemikir. Di blog ini, saya bercerita apa adanya, sebagai jalan untuk lebih meringankan beban pikiranku karena hampir semua hal dipikirkan. Biasanya sambil menulis, saya belajar menemukan solusi, langkah-langkah dan pelajaran yang bisa saya petik supaya dapat dijadikan prinsip serta pedoman untuk menyelesaikan masalah saya untuk saat ini. Bukankan semakin bertambah umur, semakin banyak pengalaman maka cara mengatasi  masalah pun akan berkembang? :)Saya pernah berdiskusi dengan seseorang yang sangat spesial (bagi saya.red) tentang respon diri saat mengatasi masalah, amarah, kecewa dan kesedihan. Kebetulan, orang yang saya ajak diskusi ini (sebut saja Mr. Y), adalah orang yang memiliki 'sumbu pendek'. Kejadian apapun, entah siapapun orangnya, sebab akibatnya bagaimana sampai terjadi masalah (menurut Mr.Y) yang membuat sumbunya tersulut, maka Mr. Y akan langsung meledak. Ledakannya tidak dapat dibedakan untuk masalah yang kecil, sedang atau besar, semuanya sama, semuanya eksplosif. Baginya, menyelesaikan masalah dengan amarah saat itu juga, akan melegakan hatinya, daripada menyimpan uneg-uneg bikin sakit maag nya kambuh. Berbeda dengan saya, 180 derajat jauh berbeda. Ketika saya ditimpa suatu masalah baik yang remeh temeh maupun besar. Respon awal saya, pasti diam dan menganalisis. Ini yang menarik menurut Mr Y, saya menganalisis masalah sekaligus orangnya. Dalam diri saya, saya menilai apakah masalah yang diributkan cukup tergolong kategori worth it untuk diributkan? Jika iya, saya pasti akan mengakui kesalahan, meminta maaf dan berusaha menjadi lebih baik. Jika tidak, saya mulai berpikir, kenapa masalah seperti ini bisa membuat anda sebegitu marah? kan bisa dibicarakan dengan cara yang lebih baik dan santai.. lalu saya tidak merespect orang yang meributkkan hal sepele tersebut. Kemudian, saya pun menilai orang tersebut. Saya punya pendapat, kalau semakin tinggi kualitas seseorang, semakin tinggi tingkat keimanan seseorang dan semakin banyak pengetahuannya, maka orang tersebut tidak akan meributkan hal-hal sepele, remeh temeh dan apalagi yang masih bisa ditoleransi, kecuali masalah SARA itu baru masalah besar. Ketika, menahan gejolak marah karena diusik oleh pola pikir negatif orang lain, tidaklah mudah, karena saking kesalnya lalu saya pun akan menangis dalam diam. Saya pernah menahan marah selama bertahun-tahun, dalam hati selalu berkata "ikhlaskan..ikhlaskan..." tapi tidak pernah ikhlas. Dalam Islam, semua permasalahan dan pertanyaan sudah ada jawabannya yaitu Al-qur'an dan hadist. Lihat Nabi Muhammad SAW, ketika dicaci maki, direndahkan, dilempari kotoran dan dihina, beliau tetap saja membalas dengan kebaikan. Saya yakin semua orang yang tau kisah ini, sadar kalau itu memang cara yang paling benar: membalas kejahatan dengan kebaikan maka semua akan menjadi baik. Tapi, kebanyakan orang juga pasti akan merasa buntu dan stagnant diposisi depresi menahan amarah dan kecewa. Tidak tahu bagaimana pola berpikir yang tepat untuk bisa membalas hal buruk dengan kebaikan hati. Betapa, tingkat keimanan saya masih sangat rendah.. :(Saya beribadah dan berdoa untuk diberikan kelegaan hati, tapi sekarang saya baru sadar kalau Allah menginginkan saya untuk berfikir dan mencari cara yang bijak untuk melegakan hati, mengikhlaskan dan keep moving forward. Karena ikhlas itu adalah proses, tidak serta merta diberikan oleh Allah dalam satu kali doa. Saya masih harus banyak belajar dan berlatih untuk berdamai dengan diri sendiri. Saya selalu memikirkan dampak jika saya marah, dan saya selalu merasa menyesal luar biasa jadi membiarkan amarah itu keluar tanpa kontrol. Saya harus belajar menyikapi masalah dan mengeluarkan kata apa yang mesti saya ucapkan dengan tepat dan pas untuk mengungkapkan isi hati. Saya baru saja menyadari, kalau dalam diri masing-masing individu ada satu titik monster marah dalam hati. Itu analoginya. Monster ini sangat menikmati rasa adiksi ketika marah, baginya sangat nikmat, semakin dia marah maka semakin bertambah besarlah si monster. Didalam diri kita, juga ada pasukan patroli yang akan membela  diri  kita, biasanya itu adalah pembelaan ego. Si pasukan patroli (pembelaan ego) ketika menyadari kalau ada monster marah yang mulai mengganggu stabilitas kerajaan (hati kita), maka akan melakukan aksi tegas dan keras untuk mengusir si monster marah. Bukannya pergi, si monster malah bertambah besar, semakin jelek bentuknya, semakin bau dan menjjijikkan. Pasukan patroli si pembela ego akan semakin gusar dan semakin keras sikapnya, lalu semakin besarlah si monster, dan semakin merusak kerajaan (hati).Nah, biasanya sang raja yang bijak (hati nurani), jarang sekali muncul kepermukaan, biasanya semakin diabaikan maka sang raja akan jarang tampak duduk memantau kondisi kerajaan. Tapi, jika sering disapa, dihormati, dan dibutuhkan maka sang raja dengan suka hati akan  selalu memberikan perhatian lebih kepada kerajaan. Anggap saja, diri kita sedang ingin dekat dengan sang raja, bagaimana caranya? akuilah kalau diri kita sedang sedih dan marah, sedang kecewa, sedang menderita. Katakan selamat datang dengan rasa sedih, rasa marah dan rasa sakitnya. Relakan sakit itu, terimalah dengan tangan terbuka. Lalu raja pun akan keluar, tersenyum penuh kasih dan tanpa diminta akan mengatasi monster marah dengan cara yang sangat bijak. Raja sangat paham bagaimana harus bersikap kepada si monster  marah, yaitu dengan cara memperlakukannya dengan baik, dengan ramah,  dengan sukacita, dengan senyum bahagia. Monster marah yang merasakan hal-hal baik pelan-pelan akan menyusut badannya, semakin kecil, terus mengecil sampai akhirnya akan lenyap. Ini bukanlah hal yang konyol atau  payah. Jika pembaca masih merasa kalau analogi seperti ini tidak  masuk akal, atau tidak ingin mencobanya karena berfikir berbuat baik kepada orang yang sudah jahat ke kita atau berbuat baik kepada diri sendiri yang sedang diliputi kemarahan adalah perbuatan hina yang merendahkan diri, berarti pasukan patroli Anda ber-kudeta dan berkuasa melebihi sang raja. Saya juga baru mempelajari tentang hal ini, masih butuh belajar dan berlatih untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Mari belajar berdamai dengan diri sendiri :)Semoga bermanfaat :)


Quote : The only size that matters is the size of your heart

Tidak ada komentar:

Posting Komentar